Entri Populer

Rabu, 02 Februari 2011

PEMANFAATAN FOLKLOR (CERITA RAKYAT) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA SISWA SD UNTUK MENINGKATKAN MINAT BACA Oleh: Santi Khajar NIM 0807257


Pendahuluan
Berbahasa merupakan kegiatan yang selalu mengisi berbagai bidang kehidupan umat, misalnya, bidang ekonomi, hukum, politik, termasuk juga bidang pendidikan. Kegiatan tersebut dilakukan baik secara transaksional maupun interaksional. Melului kegiatan tersebut pemakai bahasa berusaha memberikan, memaparkan, menceritakan, atau menyarankan sesuatu.
Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan bahasa, penggunaaan bahasa dikemas dalam empat aspek keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis). Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut menjadi landasan pembelajaran sejak SD hingga perguruan tinggi. Setiap pembelajar diberdayakan kompetensinya untuk menguasai keempat aspek tersebut (meskipun sulit mencari orang yang menguasai keempatnya).
Keterampilan berbahasa merupakan aspek kemampuan berbahasa yang menjadi sasaran tumpu para pembelajar bahasa. Oleh sebab itu, dalam dunia pendidikan para pengajar terus berupaya meningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran bahasa melalui pencapaian kompetensi berbahasa, yakni menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Untuk itu, pengajar dituntut menguasai strategi pembelajaran yang jitu demi tercapainya tujuan pembelajaran. Cara untuk mencapai strategi tersebut, diantaranya dalam pembelajaran membaca tingkat SD (membaca permulaan atau membaca lanjutan).
Seorang pengajar/guru dapat memanfaat sesuatu agar dapat meningkatkan minat baca anak yang pada masa itu sedang menyenangi bahan bacaan yang berupa cerita/dongeng. Guru dapat memanfaatkan folklor (cerita rakyat) sebagai bahan pembelajaran untuk mengundang minat baca anak. Agar anak-anak bisa tertarik guru harus bisa mengkombain dan memanfaatkan sesuatu yang bisa dijadikan bahan ajar seperti folklor yang merupakan salah satu khazanah satra nusantara untuk dijadikan bahan pelajaran yang menarik, yang disukai anak-anak usia SD yang berada pada taraf keterapilan membaca tingkat rendah/ membaca permulaan dan membaca lanjutan.

Isi
Membaca adalah kunci untuk keberhasilan belajar siswa di sekolah. Kemampuan membaca dan minat membaca yang tinggi adalah modal dasar untuk keberhasilan anak dalam berbagai mata pelajaran. Anak-anak SD yang memiliki minat membaca tinggi akan berprestasi tinggi di sekolah, sebaliknya anak-anak SD yang memiliki minat membaca rendah, akan rendah pula prestasi belajarnya (Wigfield dan Guthrie, 1997).
Minat Membaca Anak
            Aktivitas membaca akan dilakukan oleh anak atau tidak, sangat ditentukan oleh minat anak terhadap aktivitas tersebut. Di sini tampak bahwa minat merupakan motivator yang kuat untuk melakukan suatu aktivitas. Secara umum minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang menyebabkan seseorang berusaha untuk mencari ataupun mencoba aktivitas-aktivitas dalam bidang tertentu.
Membaca adalah proses untuk memperoleh pengertian dari kombinasi beberapa huruf dan kata. Juel (1988) mengartikan bahwa membaca adalah proses untuk mengenal kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan. Hasil akhir dari proses membaca adalah seseorang mampu membuat intisari dari bacaan.
Secara operasional Lilawati (1988) mengartikan minat membaca anak adalah suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan perasaan senang terhadap kegiatan membaca sehingga mengarahkan anak untuk membaca dengan kemauannya sendiri.  Sinambela (1993) mengartikan minat membaca adalah sikap positif dan adanya rasa keterikatan dalam diri anak terhadap aktivitas membaca dan tertarik terhadap bahan  bacaan. Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca, frekuensi membaca dan kesadaran akan manfaat membaca. Untuk itu strategi yang paling utama adalah membuat anak tertarik dengan bahan bacaan, agar tumbuh minat baca pada diri anak.
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menarik minat membaca anak dengan memanfaatkan bahan bacaan berupa folklor yang merupakan hal yang dapat membantu guru dalam mewujudkan tujuan pembelajaran membaca khususnya ditingkat SD. Dari segi aspek minat baca yang dikemukakan oleh Sinambel dapat ditarik kesimpulan, bahwa bahan bacaan seperti folklor memenuhi beberapa unsur yang di dalamnya terdapat suatu kesenangan yang akan diperoleh oleh anak ketika membaca sebuah folklor/cerita rakyat serta nilai-nilai dan manfaat yang terkandung di dalam bacaan tersebut. Unsur-unsur  yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dan kekuatan folklor sebagai bahan bacaan yang menarik bagi anak usia SD adalah:
1.      Folklor (cerita rakyat) sangat dekat dengan kehidupan anak, ceritanya yang ringan dan mudah dipahami sangat cocok bagi sasaran pembaca yang merupakan pembaca pemula/lanjutan.
2.      Cerita rakyat yang pada masa sekarang banyak ditransformasikan dalam bentuk buku bacaan yang disertai gambar yang menarik.
Ada perbedaan minat anak terhadap buku bacaan/bahan bacaan  bila ditinjau dari usia kronologis anak. Ediasari (Ayahbunda, 1983) berpendapat bahwa pada usia antara dua sampai dengan enam tahun anak-anak menyukai buku bacaan yang didominasi oleh gambar-gambar yang nyata. Pada usia tujuh tahun anak menyukai buku yang didominasi oleh gambar-gambar dengan bentuk tulisan besar-besar dan kata-kata yang sederhana dan mudah dibaca. Biasanya pada usia ini anak sudah memiliki kemampuan membaca permulaan dan mereka mulai aktif untuk membaca kata. Pada usia 8 - 9 tahun, anak-anak menyukai buku bacaan dengan komposisi ganbar dan tulisan yang seimbang. Mereka biasanya sudah lancar membaca, walaupun pemahaman mereka masih terbatas pada kalimat singkat dan sederhana bentuknya. Kemudian pada usia 10 - 12 tahun anak lebih menyukai buku dengan komposisi tulisan lebih banyak daripada gambar. Pada usia ini kemampuan berpikir abstrak dalam diri anak mulai berkembang sehingga mereka dapat menemukan intisari dari buku bacaan dan mampu menceritakan isinya kepada orang lain.
3.      Cerita rakyat yang menceritakan tentang kepahlawanan, petualangan, binatang, fantasi, khayalan sangat disukai anak-anak.
4.      Bahan bacaan berupa cerita rakyat mudah didapatkan, tidak menutup kemungkinan anak didik mempunya koleksi sendiri sehingga guru dapat menugaskan untuk membawa bahan tersebut ke dalam kelas agar bisa digunakan oleh anak didik yang lain.
5.      Nilai-nilai yang terkandung pada cerita rakyat sangat baik bagi pribadi dan perkembangan moral anak.
6.      Dengan memanfaatkan cerita rakayat/folklor sebagai bahan bacaan berarti kita telah memperkenalkan kepada anak-anak akan khazanah sastra nusantara sekaligus melestarikannya.
Munandar (1986) menemukan ada perbedaan minat anak terhadap isi cerita ditinjau dari perkembangan usia kronologis anak. Pada usia 3 samapi 8 tahun anak menyukai buku cerita yang berisi mengenai binatang dan orang-orang di sekitar anak. Pada masa ini anak bersikap egosentrik sehingga mereka menyukai isi cerita yang berpusat pada kehidupan di seputar dirinya. Mereka juga menyukai cerita khayal dan dongeng. Pada usia 8 – 12 tahun anak menyukai isi cerita yang lebih realistik.
Berdasarkan perbedaan minat anak terhadap isi cerita ditinjau dari perkembangan usia anak SD masuk dalam level usia 8-12 tahun. Cerita rakyat sangat  tepat dijadikan  sebagai bahan pengajaran, jika melihat karakteristik usia anak  pada masa ini. Sebelum menjadikan cerita rakyat sebagai bahan ajar guru harus memilih cerita rakyat mana yang tepat diberikan untuk anak-anak.
Terlebih dahulu  kita harus mengetahui jenis-jenis cerita rakyat (folklor). Folklor yakni cerita dalam kehidupan rakyat yang diwariskan dari generasi ke generasi secara lisan. Dalam istilah masyarakat umum, jenis-jenis tersebut sering disebut dengan dongeng. Menurut Nenden Lilis A (2009) ada  beberapa jenis cerita rakyat (folkrol) yang ada di wilayah nusanara, diantaranya:
Dongeng cerita yang sepenuhnya merupakan hasil imajinasi atau khayalan pengarang di mana yang diceritakan seluruhnya belum pernah terjadi.
Fabel adalah cerita rekaan tentang binatang dan dilakukan atau para pelakunya binatang yang diperlukan seperti manusia. Contoh: cerita Si Kancil yang Cerdik, Kera Menipu Harimau, dan lain-lain.
Hikayat adalah cerita,baik sejarah, maupun cerita roman fiktif, yang dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat  juang, atau sekedar untuk meramaikan pesta. Contoh: Hikayat Hang Tuah, Hikayat 1001 Malam, dan lain-lain.
Legenda adalah dongeng  tentang suatu kejadian alam, asal-usul suatu tempat, benda, atau kejadian di suatu tempat atau daerah. Contoh: Asal Mula Tangkuban Perahu, Malin Kundang, Asal Mula Candi Prambanan, dan lain-lain.
Mite adalah cerita yang mengandung dan berlatar belakang sejarah atau  hal yang sudah dipercayai orang banyak bahwa cerita tersebut pernah terjadi dan merngandung hal-hal gaib dan kesaktian luar biasa. Contoh: Nyi Roro Kidul.
Cerita Penggeli Hati sering pula diistilahkan dengan cerita noodlehead karena terdapat dalam hampir semua budaya rakyat. Cerita-cerita ini mengandung unsur komedi (kelucuan), omong kosong, kemustahilan, ketololan, dan kedunguan, tapi biasanya mengandung unsur kritik terhadap perilaku manusia/ masyarakat. Contohnya: Cerita Si Kabayan, Pak Belalang, Lebai Malang, dan lain-lain.
Cerita Perumpamaan adalah dongeng yang mengandung kiasan atau ibarat yang berisi nasihat dan bersifat mendidik. Sebagai contoh, orang pelit akan dinasihati dengan cerita seorang Haji Bakhil.
Kisah adalah karya sastra lama yang berisi cerita tentang perjalanan atau pelayaran seseorang dari satu tempat ke tempat lain. Contoh: Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abdullah ke Jeddah, dan lain-lain.
            Dari jenis-jenis cerita di atas, kita dapat mengambil salah satu cerita yang dikhususkan sebagai cerita anak seperti: cerita binatang (jenis fabel) contohnya Cerita Si Kancil dan Buaya, Buruk Gagak dan Serigala, Anjing yang Setia, Anjing yang  Bodoh; cerita noodlehead contohnya: Cerita Pak Kodok, Pak Padir, Pak Belalang, Si Kabayan, dan lain-lain.
            Jenis forklor lain juga dapat kita jadikan sebagai bahan ajar, misalnya folklor yang berupa Legenda. Ketika mengambil jenis folklor ini, guru dapat menjelaskan pula asal dari legenda tersebut misalnya: Sangkuriang dari daerah Jawa Barat, Asal Mula Danau Toba dari Sumatra Barat, Ciung Wanara dan lain-lain. Selain itu nilai moral yang terkandung dalam cerita tersebut tidak kalah penting untuk disampaikan kepada anak didik agar tidak hanya minat baca anak yang akan didapat, tetapi pesan moral serta nilai-nilai juga didapat ketika kita memanfaatkan cerita rakyat dalam pembelajaran.

Penutup
Simpulan
Sebagai pengajar, guru harus pintar dalam memilih bahan dan mengkombainnya agar menjadi sesuatu yang menarik, terutama ketika guru berada dalam posisi sebagai pengajar sekolah dasar. Guru harus pandai  memanfaatkan sesuatu yang bisa dujadikan sebagai bahan pengajaran. Cerita rakyat/folklor adalah salah satunya yang bisa dimanfaatkan sebagia bahan pengajaran. Banyak hal yang terkandung di dalam folklor, selain untuk menarik minat baca karena cerita-ceritanya yang menarik. Nilai-nilai yang terkandung dalam folklor juga  sangat cocok ditanamkan untuk anak usia SD. Dengan memanfaatkan cerita rakyat dalam pembelajaran,  guru dapat memperkenalkan khazanah sastra nusantara kepada anak sejak dini serta ikut serta dalam melestarikan budaya Indonesia.

Daftar Pustaka
Hidayat S, Kosasih. 2009. Bahasa dan Sastra dalam Prespektif  Pendidikan. Bandung: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI.
Lilis Aisyah, Nenden. 2009.  Panduan Apresiasi Prosa-Fiksi dan Pembelajarannya. Bandung:Rumput Merah.
Sri Hartati, A. 2005. Album Cerita Indonesia. Surabaya: Indah Surabaya.
http://organisasi.org/2009/10/02/cerita-rakyat-nusantara/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar